Oleh Budiman Wiriakusumah
Dari lebih 250 juta penduduk Indonesia, “hanya” sekitar 3.1 persen (data dari APINDO= ASOSIASI Pengusaha Indonesia) yang dikategorikan sebagai Wirausahawan. Dilihat dari data ini tentunya Indonesia jauh tertinggal dari tetangganya; Singapura.
Semasa kuliah dulu, kami selalu diwajibkan untuk mengutak-ngatik data statistik sebelum menulis tugas. Saya masih ingat pada semester tiga sudah diberikan tugas untuk membuat rencana “Business Plan”, supossed you have 3 ha of land, you can choose the area as long located in Indonesia, dengan bahan “bayangan” dasar tersebut kita diharuskan mengubahnya sebagai sebuah proyek lengkap dengan rincian Management Concept, Operasional, Generating Revenue, Return on Capital dll, padahal tau sendiri di awal tahun 80an belum ada Internet, data yang didapat sangat minim harus berkorespodensi secara manual jauh dari masa digital saat ini.
Yang
saya ingin utarakan adalah bahwa sejak dini kita sudah diajarkan untuk
“BERSIKAP” sebagai seorang entrepreuner. Boleh dibilang bersekolah di
National Hotel and Tourism Institute, yang berada dibawah Departemen
Pariwisata saat itu dan merupakan juga proyek bantuan Pemerintah Swiss,
disetiap mata kuliah yang diberikan banyak disisipkan atau lebih
tepatnya diperkenalkan “jiwa” manajemen Swiss seperti ketepatan waktu,
detailnya sebuah rencana dan yang saya sadari sekarang saat itu adalah
mulai dimasukkannya faktor-faktor Manusia bukan hanya sebagai obyek
sebagai konsumer namun lebih kepada manfaat apa yang didapat oleh
Masyarakat sekitar dan juga lingkungan. Dalam membuat sebuah rencana
bisnis harus ada unsur kemanusiaan artinya apa yang didapat oleh
Lingkungan sosial dengan adanya rencana ini. Saat ini prinsip itu
dikenal dengan satu kata: “SUSTAINABILITY”.
Untuk menjadi seorang “ENTREPREUNER” sebesar apapun atau sekecil apapun bidang usaha yang digeluti, dia harus setiap saat,mempunyai sikap dan kemampuan yang merupakan cirinya seorang Entrepreneur;
- Sikap Kritis
- Sikap Melayani (#SERVICEATTITUDE) yang mengantarakannya mempunyai daya kreatifitas
- Sikap Pembelajaran, termasuk kemampuan untuk mendengarkan dan menerima masukan Sikap Pantang menyerah
Analisa saya ini sebenarnya diambil dari yang ada disekitar saya, tidak jauh jauh, saya ambil dari Ibu saya sendiri. Dimana pada saat Anak-anaknya membutuhkan biaya yang besar untuk hidup dan pendidikan. Dia harus menjadi seoranag “Single Parent” dengan diapnggilnya Ayah saya tercinta ke pangkuan Ilahi.
Pada mulanya Beliau harus mengaktifkan “Surviving Mode” artinya langsung membuat satu kegiatan ekonomi yang dapat menghasilkan uang secara teratur. Hal pertama kali yang dialkukannya adalah menggunakan kemampuan yang ada di dirinya: memasak, jadilah Beliau menjual Nasi Bungkus, yang ditawarkan ke tetangga dan teman teman arisannya.
Dari “Nasi Bungkus” barulah secara perlahan usahanya menjadi lebih besar dan harus diresmikan sebagai sebuah perusahaan yang mempunyai dasar hukumnya.
Banyak hal-hal yang saya dapat, secara tidak sadar saya dihadapkan kepada sebuah contoh soal yang dapat di Aplikasikan dalam membuat tugas-tugas dimasa kuliah dari seorang IBU yang berjiwa “Entrepreuner”.
Sekarang ini di era digital segala sesuatunya menjadi jauh lebih mudah dan harus diakui bahwa generasi yang hidup pada saat ini adalah generasi yang paling diuntungkan melalui perkembangan teknologi. Namun kita terus diingatkan bahwa sebagai Orang Tua atau sebagai generasi “senior” mempunyai sebuah kewajiban untuk mengantarkan anak-anak kita ke dalam kehidupan nyata yang akan lebih canggih lagi, yang kita dapat wariskan adalah berbagi pengalaman, hasil kajian hidup kita.
Sebuah kehidupan dapat dikatakan berhasil jika itu didukung oleh ILMU namun ilmu saya tidak cukup, harus dibangun karakter manusia yang mempunya sebuah sikap #SIKAPMELAYANI #SERVICEATTITUDE
No comments:
Post a Comment