#ServiceAttiude 4.0
Oleh Budiman Wiriakusumah
"Dalam
era globalisasi, bahan-bahan dalam mempersiapkan minuman ini, dengan
mudah didapat di negara maju seperti Swiss. Jahe, Sereh, Kayu manis,
Kunyit, sangat mudah diapat di supermarket di kota-kota besar di Swiss.
Jadi tunggu apalagi untuk kita dapat populerkan kepada masyarakat
manca negara, sebagai bagian dari Budaya Kuliner Indonesia?"
Ketika diumumkan tentang kehadiran Covid-19 di Indonesia, masyarakat panik, memborong masker, keperluan sanitasi, sembako dll. Kesejukan kemudian hadir dengan dikenalkan kembali Mpon-mpon, minuman traditional Jawa, godogkan Jahe, Kunyit, Temulawak, sereh untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Tahun 2018 saya sudah bertekad untuk mengangkat Mpon-mpon sebagai minuman yang wajib hadir, sebagai minuman pembuka disetiap jamuan yang diselenggarakan di Wisma Duta/Rumah Indonesia, kediaman resmi Duta Besar Indonesia yang di akreditasikan ke negara asing. Pada saat itu, sy tidak tahu minuman traditional yg dimaksud dinamakan Mpon-mpon, baru setelah merebaknya Covid-19, melalui media masa minuman mengetahui minuman itu bernama Mpon-mpon.
Ramuan yang saya sudah kenal sejak kecil dan diperkenalkan oleh orang tua, sangat manjur khasiatnya untuk menghangatkan tubuh serta meningkatnya daya tahan tubuh. Mempunyai latar belakang hospitality dengan spesialisai Tata Boga (Culinary/Kitchen) yang pada saat saat kuliah, diberikan juga pengetahuan tentang khasiat Jahe, Kunyit, sereh, daun salam dan bumbu dapur lainnya dalam mata kuliah Indonesian Cuisine.
Tradisi dan Budaya di Jawa sudah sangat akrab dengan bahan-bahan bumbu dapur ini, yang digunakan sebagai bahan membuat jamu. Saya bukan ahli sejarah, bukan penelita dan bukan seorang dokter,namun yakin bahwa Nenek Moyang bangsa Indonesia dalam perjalanan hidup mereka telah membuktikan pada masanya bahwa ramuan itu sangat ampuh dalam melawan penyakit flu dan juga yang terpenting adalah menjaga daya tahan tubuh, sehingga kita dapat menjaga kesehatan tubuh.
Jaman terus berubah, begitupun dengan kemajuan teknologi yang membuat kita bersikap lebih “instant”, segala sesuatu ingin serba cepat, cepat didapat, cepat segala macam proses. Begitu juga dengan sikap kita dalam mempersiapkan makanan, kita tidak ingat berlama-lama di dapur. Peran rumah tangga diserahkan kepada pembantu, dengan segala macam tugas.
Adat Istiadat dan budaya Indonesia termasuk dalam mempersiapkan makanan untuk Keluarga juga berubah, Makanan cepat saji, kerap hadir di meja makan Keluarga muda, yang juga akan mempengaruhi biologis anak-anak kita, yang menjadi asing dengan cutra rasa tradisi nenk moyang Indonesia dalam mempersiapkan makanan sehari-hari.
Minuman tradisional dan Jamu yang dulunya sering hadir di rumah rumah baik yang dibuat sendiri ataupun disiapkan oleh Mbok penjaja Jamu juga mulai menghilang. Kita lebih suka segala macam bentuk kemodernan, dengan mudah didapat, dengan membeli tablet-tablet vitamin, ataupun minuman/obat yang disiapkan dengan menggunakan zat-zat kimia yang sebenarnya kita tidak mengenalnya!
Tolak angin lebih banyak dikonsumsi ketimbang Air rebusan rempar tradisional yang sudah diuji keberhasilannya oleh pendahulu bangsa ini, dan didapat dengan cara yang tidak terlalu sulit, dengan menanam tanaman-tanaman itu di perkarangan rumah.
Pemberitaan Covid-19 sudah semakin menggila, setiap hari kita mendengar jumlah fantasis manusia yang menjadi korban terjangkit Virus korona. Pemberitaan tidak membuat manusia menjadi tenang, karena lebih mengutamakan pemberitaan korban ketimbang banyak juga manusia-manusia lain yang sembuh secara natural, cukup dengan beristirahat dan mengasumsi makanan dan minuman sehat, terutama dengan meminum Mpon-mpon.
Dalam era globalisasi, bahan-bahan dalam mempersiapkan minuman ini, dengan mudah didapat di negara maju seperti Swiss. Jahe, Sereh, Kayu manis, Kunyit, sangat mudah diapat di supermarket di kota-kota besar di Swiss. Jadi tunggu apalagi untuk kita dapat pupopulerkan kepada masyarakat manca dunia, sebagai bagian dari Budaya Kuliner Indonesia?
Virus Korona membangkitkan kita untuk sadar, melihat ke-akar Budaya yang telah melekat kepada bangsa Indonesia ketimbang budaya lainnya yang baru masuk menjadi bagian kehidupan. Adanya kesadaran diri, ketenangan dalam menghadapi keadaan yang tidak menentu sangat penting. Kepercayaan yang dimiliki oleh masih masing individu harus dapat membawa ketenangan untuk dirinya dan yang juga ketenangan masyarakat banyak.
#ServiceAttitude 4.0 bisa dijadikan sebuah sikap dalam menghadapi era disrupsi, era dimana terganggunya aktivitas hidup manusia dalam mencapai misi jiwa yang diemban. Tafakur untuk melihat kembali akar budaya Indonesia, untuk dapat menemukan jawaban memasuki era disrupsi.
No comments:
Post a Comment