Strive for want you want
Oleh Budiman Wiriakusumah
“Waktunya sekitar bulan April 1985, kami berjalan di daerah Kreuzberg, menuju Charlie Checkpoint, sambil Beliau memberi nasehat agar saya bisa membawa diri dan selalu dapat menghormati orangtua, sambil disana sini menjelaskan tentang sejarah Perang Dunia Kedua.....”
Suasana kota Berlin di tahun 1985 itu sangat jauh berbeda dengan keadaan saat ini. Kota Berlin masih terbelah menjadi dua; Berlin Barat yang termasuk wilayah Federal Republic of Germany (Jerman Barat), dan Berlin Timur dibawah kendali Deutsche Demokratische Republik (DDR) (Jerman Timur). Perjalanan menuju kota Berlin sangat berliku-liku saat itu, dimulai dengan wajibnya mendapatkan visa DDR, sedangkan di tahun itu WNI masih dibebaskan visa untuk berkunjung ke Jerman Barat.
Setahun setelah saya tiba di Swiss, baru berkesempatan mengunjungi Berlin Barat, untuk menjenguk Kakak Sepupu yang berrmukim di kota itu sejak sekitar tahun 1963-1964. Wajib bagi saya mengunjungi Beliau, karena dia lah yangsaya jadikan tokoh idola sejak puluhan tahun lalu,
Bermula dari sekitar tahun 1969-70 mengantarkan Beliau ke Bandara International yang saat itu masih berlokasi di Kemayoran, Beliau begitu gagah dengan dasi dan jas hitamnya dan tangannya berbelit mantel musim dingin.Sebelum dia masuk ke batas pemeriksaan paspor, Beliau tangsung berjongkok menghadap saya dan mengatakan: “Young Man, I want to see one day in Europe!” dengan mata berbinar saya berusaha menanyakan dimana itu Eropa? Dia hanya tersenyum dan menasehati saya untuk belajar dengan serius dan kelak akan mengenal baik negara-negara eropa.
Waktu terus berjalan, setiap ditanya, Budiman kamu kalo sudah besar mau jadi apa? Dan selalu saya menjawab, ingin tinggal di Luar Negeri, karena yang terbayang adalah sosok seorang Kakak, Faizul Maznain, keberhasilannya hidup di negara lain, gagahnya memakai dasi dan jas membuat saya bercita-cita bukan tertuju pada sebuah profesi namun lebih kepada keadaan ingin tinggal di luar Negeri,
Pada saat saya duduk di sekolah menengah atas, saya juga memilih SMA 3 Jakarta, di tempat dimana kakak saya juga bersekolah dan menyelesaikannya di tahun 1963. Betapa gembiranya beliau di tahun 1983 saya mengabarkan bahwa saya akan segera ke Eropa, setelah melalui perjalanan yang begitu panjang untuk mendapatkan tempat yang akhirnya di berangkat ke Swiss.
Saya sendiri rasanya sudah putus asa untuk dapat meneruskan karir saya di luar Indonesia, namun kegigihan dan setiap saat berusaha meningkatan kemampuan untuk memohon diberikan sebuah kesempatan.
Perjalanan ke Berlin Barat saat itu juga tidak mudah, saya memilih melaui jalur darat dengan kereta api. Memilih kereta api malam yang tersedia semacam tempat tidur, Sebuah pengalaman yang sangat berharga didalam kereta saya berada dengan seorang tua wanita yang berasal Pensylvania (USA) yang berdarah Yahudi.
Saya sungguh kaget dan treunyuh bahwa orang tuanya adalah salah satu yang escape dari kamar gaz Nazi di Auscwitch. Malam itu menjadi malam seribu bintang bagi saya, karena dia menceritakan kisah hidupnya yang begitu mencekam. Ditengah ceritanya tiba tiba dia berhenti dan mengatakan: Berapa umur kamu? Apa kamu ngerti tentang sejarah perang dunia kedua?...
Young Man you know you are very lucky, being an Indonesia and from
nowhere, and it happened we are together, me telling you a story about a
part of World History! Indeed, dalam perjalanan hidup saya, selalu hadir rasa syukur yang terhingga, yang membantu saya maenghadapi tantangan hidup.
Sesampainya di Berlin, beliau menjemput di stasiun pusat Berlin, kami berpelukan tak terasa air mata kebahagian menetes. Beliau mengajak saya berjalan ke daerah Kreuzberg, menuju Charlie Check point dan menuju tembok Berlin yang memisahkan persaudaraan bangsa Jerman, sambil Beliau memberi nasehat agar saya bisa membawa diri dan selalu dapat menghormati orangtua, sambil disana sini menjelaskan tentang sejarah Perang Dunia Kedua.....”
Di akhir hayatnya Beliau saya masukan ke dalam grup milis SMA 3, dimana Beliau sangat bahagia menjalin kembali persaudaraan dengan adik-adik satu Almamater. Di tahun 2013, sebelum menghebuskan nafas terkahir, Beliau memanggil saya untuk datang ke Berlin, namun Tuhan berkehendak lain, setibanya saya mendarat Beliau, Beliau telah berpulang.
Hope to see you again Kakak in our next Jouney Aamiin Aamiin YRA
No comments:
Post a Comment